Istilah "toxic people" dan "lingkungan toxic" sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Orang-orang atau lingkungan yang membawa atau sampai membentuk karakter kita menjadi buruk, bisa dikategorikan sebagai toxic. Lalu, siapa yang toxic? Bisa jadi, kanan kiri kita adalah toxic, namun, kadang tanpa sadar justru kitalah toxicnya disitu.
Sebagai makhluk sosial, secara otomatis kita akan menyesuaikan diri dengan orang-orang disekitar kita. Sadar atau tidak, pergaulan merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi banyak hal dalam kehidupan, seperti kebiasaan, tingkah laku, objek yang disukai, atau cara berpikir.
"Kok aku selalu dapat ilmu yaa setelah ngobrol sama dia?", "Kok aku kalau lagi sama mereka ghibah terus ya?, atau "Kok kalau lagi ngumpul sama mereka rasanya gak buang-buang waktu ya?"
Pernah punya pemikiran seperti itu? Aku pernaaaaaah. Sering malah. Hehe
"Agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat siapakah yang menjadi teman dekatnya." (HR.Abu Daud dan Tirmidzi dishahihkan oleh Syekh Al Albani dalam silsilah Ash-Shahhah, no.927)
Mengapa demikian? Karena tanpa disadari, perlahan kita akan meniru kebiasaan teman-teman kita. Terlebih jika sudah sangat dekat, dan sering menghabiskan waktu bersama.
Coba bandingkan kedua kalimat ini:
"Wah, Alhamdulillah nikmat banget lho naik angkot siang-siang. Macetnya luar biasa nih, untung masih muda yaa, jadi masih kuat." dengan
"Duh, panas-panas gini pake macet segala. Nyesel naik angkot. Kapan nyampenya kalo begini?" lebih enak mana? Hahaha aku benar-benar ada diantara kedua lingkungan tersebut.
Lalu, haruskah kita memilih dengan siapa kita berteman?
Bukankah saling mengingatkan dalam kebaikan itu indah?
Gini, yang aku khawatirkan ketika menanamkan konsep harus "memilih" teman adalah, diri ini merasa jauh lebih baik daripada orang lain. Padahal orang yang buruk adalah yang merasa dirinya sudah baik, kan? Aku khawatir menjadi orang yang dengan mudahnya memberi penilaian buruk terhadap orang lain.
Mengapa tidak saling mengingatkan saja? Ah, tapi kan gak semua orang bisa menerima masukan. Yaa gunakan kalimat yang santai dan tidak menyakiti. Jangan lempar kalimat-kalimat "pedas" yang membuat sekelilingmu malas dekat-dekat denganmu. Mengingatkan kebaikan pada orang lain merupakan bukti cinta, kan? Bukti bahwa adanya rasa sayang dan kepedulian yang cukup tinggi. Terus, kalau sudah diingatkan tapi gak ngaruh, gimana?
Nih, ada beberapa tips dari @putrisetyan yang boleh dicoba jika orang-orang disekitarmu mulai membawa pengaruh buruk, dan sulit diingatkan:
1. Tidak terlalu banyak berinteraksi dengan mereka
Karena ketika kita sudah mulai intens berkomunikasi dengan mereka, mau tidak mau, cepat atau lambat mereka akan masuk ke wilayah personal kita, dan, tadaaaaaa! kita akan menjadi objek pembicaraan mereka ketika kita sedang tidak ada disekitar mereka.
2. Jangan ikut berkumpul dengan mereka
“Permisalan teman duduk yang shalih dan buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang pandai besi. Adapun penjual minyak wangi, bisa jadi ia akan memberimu minyak wangi, atau kamu akan membeli darinya atau kamu akan mendapat bau harum darinya. Adapun tukang pandai besi, bisa jadi ia akan membuat pakaianmu terbakar, atau kamu akan mendapat bau yang tidak sedap darinya.” (HR. Bukhari No. 2101, Muslim No. 2628)
Lingkungan itu pembentuk opini orang lain. Jika kita berkumpul dengan mereka, otomatis kita akan terlihat sebagai bagian dari mereka.
3. Jangan bergaul dengan mereka
Apa sih bedanya bergaul dengan berkumpul? Yaa kalau bergaul itu sampai ke tahap ikut mereka main, pergi, atau nongkrong. Kalau berkumpul, aku asumsikan sekedar ikut membaur dalam pembicaraan mereka. Sering kumpul bareng bisa jadi pemicu gaul bareng juga, lho.
4. Cuek
dan abaikan pembicaraan yang mengarah ke hal negatif
Yups, Putri banget nih,
aku pendiam dan aku adalah tipe yang gak suka basa-basi. Jadi, kalau mereka
tengah membicarakan hal negatif dan tidak bermanfaat seperti membicarakan oranglain, dll. Putri gak akan ikut masuk kedalam pembicaraan mereka. Mendengarkan ghibah saja dosa, kan? Apalagi ikutan ghibah. Jadi, kalau ada teman yang sedang ghibah, boleh bantu ingatkan. Kalau sulit, yaa lebih baik kita yang pergi agar tidak menabung dosa lebih banyak lagi.
Lebih baik kita perbanyak dikir, sholat
sunnah, atau nulis, nih. Kayak gini lebih menghasilkan dan membuat hati tenang. Hehehe.
5. Sabar
Teman yang baik adalah hadiah. Teman yang berpotensi membawamu kearah yang buruk adalah ujian. Butuh kesabaran yang tinggi ketika sedang berada diantara teman-teman yang berpotensi membawamu kearah yang buruk. Bentengi diri kuat-kuat, dan ajak mereka kedalam kebaikan. Jangan sampai kamu yang terbawa arus.
6. Berdo'a dan tawakal
Allah itu senang kalau hambanya meminta. Percaya, deh. Mendo'akan kebaikan untuk orang lain, akan membawa kebaikan pada diri kita juga. Lalu, tawakalnya? Yaa ingatkan dan ajak mereka dalam kebaikan. Jangan berhenti minta sama Allah supaya hati teman-temanmu dilembutkan. Bukankah salah satu bukti cinta kita terhadap sesama adalah mendo'akan kebaikan?
Nah, itu tadi tips dari @putrisetyan yang bisa dicoba. Untuk kalian yang ekstrovert, dan agak sulit mengabaikan sesuatu dengan cara "diam", bisa cari alternatif lain, yaitu menyibukan diri dengan hal-hal positif, seperti menekuni hobi, ikut organisassi, datang ke kajian, dll yang sekiranya bisa meminimalisir pembentukan karakter buruk dalam diri akibat orang-orang sekitar. Jika sering menghadiri kegiatan-kegiatan positif, secara otomatis kita berpotensi memiliki lingkungan baru yang isinya orang-orang yang mengarahkan kita pada hal positif juga.
Mari saling mengingatkan dalam kebaikan.
"Aku tak sebaik yang kau ucapkan. Tapi, aku juga tak seburuk yang terlintas dihatimu" (Ali bin Abi Thalib)
Tolong ingatkan aku jika kalian merasa ada yang perlu diperbaiki dalam diriku.